Menjadi seorang pemimpin bukan lah hal yang mudah, mengapa bisa dikatakan demikian?? Karena menjadi seorang pemimpin itu harus punya moto "merendahlah sehingga orang tidak dapat merendahkan, melayani dan bukan dilayani" mengapa harus mempunyai moto seperti itu padahal seorang pemimpin itu kan seharusnya di tinggikan dan disanjung - sanjung sampai ke langit ke tujuh. Namun memang kenyataannya adalah seorang pemimpin itu tidak dapat seperti itu, seorang pemimpin yang baik seharusnya melayani dan bukan dilayani, pemimpin yang baik itu seharusnya merendah dan bukan meninggikan dan seorang pemimpin yang baik seharusnya dapat menegahi setiap permasalahan yang ada di dalam team nya tersendiri. memang benar pemimpin juga manusia yang dapat melakukan kesalahan dan yang dapat khilaf akan apa yang dia perbuat namun seorang pemimpin yang baik ialah seorang yang dapat meng- control dirinya sendiri agar tidak melakukan kesalaha - kesalahan dalam septiap step kepemimpinannya.
berikut adalah suatu kisah seorang pemimpin yang sangat bijaksana
Ada seorang pegawai negeri yang saleh pulang kerja lembur pada akhir
bulan. Sementara pulang, dalam keadaan perut lapar sehabis lembur, dia
berpikir alangkah enaknya kalau sampai di rumah nanti makan nasi panas
dengan lauknya yang dibuat isteri tercintanya. Setelah sampai rumah dia
disambut isterinya lalu cuci tangan dan minta disediakan makan.
Isterinya menyampaikan bahwa makanan yang ada tinggal nasi dan hanya
sedikit sayur bayam tanpa lauk. Sebagai orang yang saleh si pegawai
negeri bersyukur karena menyadari bahwa setiap akhir bulan uang pasti
sudah habis sehingga bisa makanpun sudah syukur.
Tiba-tiba dia punya ide alangkah nikmatnya kalau sore itu makan dengan sate ayam yang ada di dekat rumahnya karena sehabis lembur dia dapat uang transport yang bisa dipakai jajan sate ayam. Namun dia berpikir alangkah egoisnya kalau dia makan sate sendirian dan isterinya tidak. Dan besok mereka harus makan apa kalau uangnya dipakai jajan sate. Makan sate berdua dengan uang transport yang didapat barusan tidak cukup. Sebagai orang yang saleh dia memutuskan untuk memberikan uangnya kepada isterinya untuk membeli lauk pauk untuk besoknya. Tapi sore ini lauknya tiadak ada. Maka pikirnya mungkin nikmat juga kalau dia makan nasi panas di dekat penjual sate sebab jika bisa mencium baunya saja rasanya sudah seperti makan sate sungguhan. Maka berangkatlah dia sambil bawa nasi sendiri ke dekat tukang sate. Tentu dia cari posisi duduk dimana angin bertiup. Maka makanlah si pegawai negeri itu dengan lahap sambil tersenyum, rupanya nikmat juga walaupun hanya mencium bau sate.
Tiba-tiba dia punya ide alangkah nikmatnya kalau sore itu makan dengan sate ayam yang ada di dekat rumahnya karena sehabis lembur dia dapat uang transport yang bisa dipakai jajan sate ayam. Namun dia berpikir alangkah egoisnya kalau dia makan sate sendirian dan isterinya tidak. Dan besok mereka harus makan apa kalau uangnya dipakai jajan sate. Makan sate berdua dengan uang transport yang didapat barusan tidak cukup. Sebagai orang yang saleh dia memutuskan untuk memberikan uangnya kepada isterinya untuk membeli lauk pauk untuk besoknya. Tapi sore ini lauknya tiadak ada. Maka pikirnya mungkin nikmat juga kalau dia makan nasi panas di dekat penjual sate sebab jika bisa mencium baunya saja rasanya sudah seperti makan sate sungguhan. Maka berangkatlah dia sambil bawa nasi sendiri ke dekat tukang sate. Tentu dia cari posisi duduk dimana angin bertiup. Maka makanlah si pegawai negeri itu dengan lahap sambil tersenyum, rupanya nikmat juga walaupun hanya mencium bau sate.
Lalu selesailah sudah makannya dan perut sudah kenyang tetapi alangkah
terkejutnya ketika mau pulang dia ditagih penjual sate untuk
membayarnya. Dia berdalih bahwa dia tidak makan satenya. Jawab tukang
sate ngotot bahwa kalau tidak ada bau sate yang dia bikin tentu tidak
bisa makan dengan lahap. Lanjutnya bahwa dia duduk dekat tempat jualan
sate memang dengan sengaja mau mencium aroma sate sebagai lauk makannya.
Tukang sate tetap menuntut bayaran atas aroma sate itu.
Bingunglah si pegawai negeri ini atas tuntutan si penjual sate karena
tidak punya uang sama sekali. Ketika tanya berapa harus bayar maka
tukang sate menjawab kalau nasi sate 5 ribu rupiah maka untuk mencium
dengan sengaja aroma sate cukup seribu saja. Cukup fair juga tukang sate
itu.
Sementara berdebat kebetulan datanglah ketua RT setempat, seorang tua
yang dikenal bijaksana, ketempat itu untuk membeli sate. Maka mengadulah
mereka masing-masing dengan argumentasinya kepada orang tua bijaksana
ini. Mereka berjanji apa saja yang diputus kan orang tua ini akan mereka
turuti karena mereka tahu pasti akan ada jalan keluar. Pikir tukang
sate pastilah dia aka dibayar tetapi pikir si pegawai negeri pastilah
tidak akan disuruh membaya karena memang tidak pernah merasakan sate
kecuali aromanya saja. Terjadila suasana hening menunggu keputusan.
Lalu orang tua itu berkata bahw si pegawai negeri memang harus membayar
karena dengan sengaja telah mencium aroma sate dengan tujuan sebagai
lauknya meskipun hanya dalam bayangannya. Maka terkejutlah sipegawai
negeri dan tersenyumlah si tukang sate atas keputusan itu. Sipegawai
negeri terhenyak berpikir bagaimana dia harus membayarnya karena tidak
punya uang. Mendadak orang tua bijaksana itu merogoh kantongnya dan
mengeluarkan uang recehan seratusan dan dua ratusan dari kantong
celananya dan mulai menghitung seratus, dua ratus, lima ratus,
cring..,cring...cring... sampai genap seribu rupiah. Semua mata
memperhatikan tangan orang tua ketika menghitung uangnya.
Jawab tukang sate : "Benar".
Orang tua itu juga bertanya : "Apakah anda juga mendengar gemerincing uang yang saya hitung?"
Jawab tukan sate pula : "Benar".
"Baiklah kalau begitu", kata orang tua bijak sana kepada kedua orang yang bersengketa : "Persoalan ini telah selesai".
Terkejutlah si tukang sate bagaimana akhirnya bisa begini. Orang tua itu
menjelaskan : "Yang satu dituntut membayar karena telah mencium aroma
sate dan yang lain tentu juga harus puas telah dibayar dengan melihat
dan mendengar gemericingnya uang seribu rupiah, karena yang satu hanya
dapat "makan sate" dalam bayangannya maka cukuplah adil yang lainya juga
dibayar lunas dengan "melihat dan mendengar" uangnya saja..................."
so.....jika kita sudah punya keberanian dan kemampuan untuk menjadi seorang pemimpin maka harusnya kita mempunyai sifat yang adil dan yang dapat membantu untuk menyelesaikan suatu masalah dan bukan untuk memperkeruh suasana .Pemimpin yang bijaksana selalu memberikan solusi yang bijaksana pula.